Rabu, 25 Agustus 2010

KISAH PENUNGGU SAWAH


Kisah nyata dari penuturan seorang teman

KISAH PENUNGGU SAWAH

Nasikhi adalah seorang petani kecil yang memiliki sepetak sawah. Di musim tanam kedua ia menanami sawahnya dengan padi. Untuk penanaman kedua di musim tanam ia tahu bahwa untuk keperluan pengairannya sangat sulit. Untuk mendapatkan air bagi sawahnya harus menunggu giliran yang sangat susah. Itupun ketika mendapatkan giliran air yang harus mengalir ke sawahnya sering dicegat oleh orang lain sehingga tidak jarang penanaman periode kedua (baca : tandon) sering mengalami kegagalan. Karena itulah ketika benih sudah ditanan ia bermaksud untuk pergi 40 hari keluar di jalan Allah bersama rombongan dakwah ke lain kota. Dia pasrahkan semua kepada sang Pemelihara kehidupan.

Empat puluh hari dia jalani keluar di jalan Allah dengan lancar. Tiada apapun yang ia alami dalam khuruj fi sabilillah itu. Kegiatan biasa saja ia ikuti dengan tertib dan tenang sesuai arahan dan bimbingan amir (ketua) rombongan. Ada beberapa pengalaman yang didapatkan selama khuruj dan ada beberapa yang dapat ia hafal, di antaranya doa-doa dan hafalan surat-surat pendek. Kemudian ia pulang kerumah dengan tenang. Nasikhi termasuk orang baru dalam kegiatan dakwah Khuruj fi sabilillah.

Di rumah, pertama kali yang dilihatnya tentang perubahan ialah; istrinya tidak penakut lagi. Ketika malam hari ada suara di depan rumah yang merupakan warung kecil, istrinya menengok sendiri tanpa minta didampinginya. Sebelum khuruj istrinya penakut, kini berani bangun malam dan menengok sendiri ruang depan yang berisi dagangan.

Sebuah keanehan ketika Nasikhi esok paginya menengok sawah yang ditanami padi. Tanaman di sawah itu tumbuh subur bahkan paling baik di antara semua tanaman di sawah tetangga sekitarnya. Ia merasa heran dan kagum, padahal tak ada hujan dan selokan airpun kering kerontang. Selama ini dia mengira kalau sawahnya pasti kering tanpa tanaman. Belum habis keheranannya terdengar suara sapaan dan pujian seorang tetangga pemilik sawah sebelahnya. Tetangganya itu memuji keberuntungan Nasikhi memilih seorang kuli penjaga sawah sementara ia pergi. Namun Nasikhi tidak merasa menyuruh orang untuk menunggui sawahnya.

Menurut cerita tetanggganya itu, bila malam tiba datanglah seseorang bertubuh kurus, berpakaian lusuh berlepotan lumpur sawah datang dari arah selatan. Memanggul cangkul dan menjinjing kantong plastik bekas bungkus pupuk (waring), diikuti seekor anjing pemburu tikus. Ia selalu mondir-mandir di sekitar sawah Nasikhi. Jarang bicara dan senantiasa menyibukkan diri dengan berburu tikus di sawah Nasikhi. Ia pantas sebagai seorang buruh penjaga sawah yang tekun dan bertanggungjawab. Ketika giliran air harus mengalir di sawah Nasikhi, orang bertubuh kurus itu menjaganya dengan ketat dan gagah sehingga ketika seseorang mengalirkan air kesawah lain orang bertubuh kurus itu segera tahu dan menutup kembali dengan cepat. Bahkan ia berani bertengkar dengan keras demi air yang harus mengalir ke sawah Nasikhi. Dengan sangat tangkas ia hendak melawan orang yang berani mengalirkan arus air ke sawahnya. Maka tiadalah orang berani melawannya. Pantaslah selama ini air yang harus mengalir ke sawah Nasikhi tetap utuh dan lancar.

Ketika seorang bertanya tentang alamatnya, orang bertubuh kurus itupun memberi alamat dengan jelas bahwa ia tinggal di RT anu RW ani desa sebelah. Namun ketika Nasikhi dan orang yang diberitahu alamat orang misterius itu dicari, ternyata nihil. Keterangan yang diperoleh bahwa tidak pernah ada orang yang bernama fulan tinggal di RT, RW dan desa tersebut. Sungguh aneh memang.

Pada diri Nasikhi timbul keberanian untuk membeli sebuah mobil truk untuk disewakan mengangkut pasir. Sudah ada persiapan dari tabungan untuk modal DP, selebihnya diangsur. Diharapkan setiap hari ada masukan baru sekitar 200 ribu rupiah yang bisa untuk menutup setor angsurannya dan sebagian dipersiapkan untuk servis serta lebihnya sebagai masukan baru bagi kebutuhan ekonominya. Namun di mata tetangga lain anggapan. Ada suara mengatakan kalau Nasikhi habis bepergian 40 hari mencari pesugihan dengan jalan pintas “Nyupang!” dalam dialek Tegal bahwa nyupang itu bekerjasama dengan setan untuk mencari dn mengumpulkan kekayaan. Terbukti baru pulang 5 hari sudah bisa membeli mobil seharga 50 juta. Heboh! Terhadap sangkaan ini Nasikhi hanya bisa geleng kepala dan berdecak, “Kasihan ummat.”

Penulis bertemu Nasikhi dan mendengar sendiri kisah ini 7 hari setelah kejadian itu yang terjadi sekitar bulan Maret tahun 2002 di wilayah Kecamatan Suradadi bagian selatan Kabupaten Tegal Jawa tengah. Sampai saat ini penulis dan Nasikhi masih aktif dalam dakwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar