Selasa, 14 September 2010

PEWARIS PARA NABI IALAH ULAMA

Dari sebuah hadits menerangkan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi, (Al-‘ulama warotsatul anbiyaa) Ini benar adanya bahwa di dunia ini, di zaman akhir ini tiada lagi diturunkan nabi baru walau kerusakan zaman semakin parah, bukan dari segi perkembangan ilmu pengetahuan yang rusak namun dari segi keimanan dan tujuan hidup yang hakiki. Manusia dibuat terlena oleh gemerlap kemajuan dunia, sampai-sampai banyak di antara manusia tidak lagi yakin tentang hal yang ghaib. Di sinilah peran para ulama menyimpan khazanah pengetahuan mengenai alam ghaib, surga, neraka, masyar, shirot dan lain-lain termasuk makhluk dan Sang Kholiq. Pengetahuan yang dibawa para nabi melalui wahyu kini dimiliki oleh para ulama. Sungguh berat memang tugas mereka untuk menerangkan pengetahuan yang dimilikinya kepada umat tanpa didukung oleh keajaiban mu’jizat sebagaimana yang diberikan kepada para nabi, mereka memiliki mu’jizat yang menjadi pendukung dakwahnya.

Para ulama, ketika pertamakali berangkat untuk menimba ilmu kepada seniornya, yaitu para ‘ulama di pesantren, mereka membawa niat yang beragam sesuai pola pikir mereka di waktu mudanya. Di zaman tahun 60-an banyak yang membawa bekal niat sesuai dengan zaman itu. Berangkat mondok (istilah orang Tegal) ngaji di pesantren, nanti pulang dipanggil ustadz, dipinang oleh seorang haji kaya di desanya atau desa tetangganya untuk dijadikan menantu kesayangan, diberi bekal yang cukup seumur hidup berupa warisan sawah puluhan hektar, hidup hanya untuk menyiarkan agama tanpa harus bekerja keras banting tulang mencari nafkah, hidup serba kecukupan, maka hidup akan tenang dalam menyiarkan agama. Betapa tinggi gengsinya saat itu.

Zaman berubah, suasana berbeda sehingga banyak masyarakat awam lebih maju dalam bidang ekonomi. Dengan bermodalkan semangat kerja, banyak orang melarat jadi pejabat, banyak anak orang sengsara jadi kaya, tidak sedikit orang pinggiran berpendidikan tingga, melebihi gengsi para ustadz. Perubahan itu meliputi berbagai sudut kehidupan sehingga para penyiar agama makin suram ekonominya. Terjadilah di sana-sini perebutan pengaruh. Alhasil jika sebuah masid atau musholla ada 2 orang ustadz akan sering terjadi konflik, apalagi lebih dari 2. Di wilayah RT ada 2 orang yang pandai memimpin acara keagamaan (misal; Tahlian) maka sering terjadi kekisruhan berebut wilayah, bahkan tidak jarang bikin musholla baru lagi. Percaya tidak, ada 2 musholla hanya berjarak 10 meter. Inilah contoh kecil keadaan masyarakat kita di suatu wilayah dengan ruang lingkup kecil. Dalam wilayah negara bagaimana, coba Anda amati sendiri.

Sekarang kita bicara tentang tema kita, “Ulama adalah pewaris para Nabi.”

Untuk membicarakan tema di atas saya kemukakan sebuah permisalan sederhana. Ada seorang petani yang memiliki 30 hektar tanah pertanian. Ia juga mempunyai 3 orang anak. Tanah pertanian itu diwariskan kepada ketiga anaknya masing-masing 10 hektar.

Anak pertama mengolah tanah itu persis seperti yang dilakukan oleh ayahnya. Menanam padi jika musim hujan dan palawija jika musim kemarau. Ia cinta dengan pekerjaannya itu sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya. Sehingga sifat-sifat petani menurun padanya sebagaimana sifat ayahnya.

Anak kedua menyewakan tanah warisnya itu kepada orang lain yang kemudian diolah oleh penyewanya itu untuk membuat batu bata. Ia bekerja tidak lagi sebagai petani namun ia mengaku anak petani dan masih mengaku dengan bangganya punya sawah pertanian yang luas.

Anak ketiga menjual tanah pertanian warisan orang tuanya kepada orang lain dan alih profesi sebagai pedagang dengan modal uang hasil penjualan sawahnya. Ia tidak lagi punya tanah tetapi ia berdagang hasil pertanian dan obat-obatan.

Pertanyaan : Anak ke berapakah yang benar-benar masih sebagai petani? Tentu semua orang akan menjawab anak pertama. Tidak ada yang dapat membuat keraguan untuk menjawab pertanyaan itu.

Demikian jugalah siapa Ulama yang menjadi benar-benar pewaris para nabi? Jawaban akan beragam tergantung kepada siapa Anda bertanya dan siapa yang memberi jawaban. Tentu semua akan mengatakan “Akulah pewaris para nabi!” Inilah jawaban yang menjebabkan suasana keberagamaan seperti sekarang yang ada di desa-desa. Akankan berubah menjadi lebih baik? Allah mengklaim di dalam Kitab Qur’an bahwa Dia tidak akan merubah suatu kaum sehingga mereka mau merubah (menyadari) diri masing-masing (kemudian merubahnya). Namun dibutuhkan segelintir orang yang rela berkorban menjadi pelopor perubahan itu. Dia itu harus benar-benar mencontoh Nabi SAW baru akan terwujud, karena dialah sang pewaris nabi yang asli.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar